Sunday, May 15, 2011

get lost: Solo!

Kesal karena tidak jadi pulang ke Bandung gara-gara kehabisan tiket, saya mengajak teman saya si Coco pergi ke suatu tempat yang agak jauh.
"Ke Solo yo, Co!"
"Tapi aku buta Solo e.."
"Sama aku juga, get lost wae!"
"Yo wes ayo."
Akhirnya berbekal pengetahuan yang sama sekali minim tentang kota itu, kami naik Pramex jam setengah 11 setelah lari-lari hampir ketinggalan.

Turun di Stasiun Balapan, barulah sadar tidak tahu mau kemana. Kami bertanya ke ibu-ibu warung dekat stasiun kemana arah ke Ngarsopuro (satu-satunya nama tempat yang diingat Coco), "Oh jalan aja terus ke selatan, dekat kok.."

Harusnya saya waspada pada definisi jauh-dekat orang Jawa, karena pengalaman caving di Gunung Kidul menunjukkan bahwa goa yang "hanya terletak di belakang rumah" menurut penduduk setempat berarti jalan kaki hampir satu jam. Dan ternyata di Solo "dekat" juga tidak dekat. Karena lapar, kami menghampiri sebuah warung soto.

Dari mas-mas pelanggan soto, akhirnya kami mendapat petunjuk untuk menuju museum Radya Pustaka. Di perjalanan saya melihat bahwa Solo itu peduli dengan para pengendara sepeda karena mencantumkan gambarnya di lampu lalu-litas. Apa di Jogja juga ada ya? Entah, saya tidak tahu, atau mungkin karena saya tidak pernah berjalan kaki di Jogja sehingga tidak pernah memperhatikan.

Kami naik jembatan penyeberangan (sesuatu yang belum pernah saya lakukan di Jogja).

Sampai di museum, kami melihat benda-benda keren seperti ini,

atau ini,

 dan ini.

Setelah itu kami minum es cincau yang enak dan murah di depan museum.

Yang saya tahu dari teman saya, pasar klithikan Solo itu oke dan barangnya bagus-bagus, maka kami memutuskan kesana walaupun harus tampak seperti turis karena naik becak dan membayar 20 ribu (sungguh ini sangat terpaksa karena jika harus berjalan katanya sangat jauh dan tidak ada lagi kendaraan umum yang menuju kesana.)

Dengan segala ekspektasi berlebih, kami dibuat sangat kecewa karena pasar klithikan Solo yang bernama Pasar Silir ternyata sangat sucks! Pertama, karena di sekitar sampah banyak sekali kambing yang berkeliaran memakan sampah. (oke ini memang sebuah alasan yang naif untuk membenci sebuah pasar, tapi alasan kedua mungkin akan terasa lebih logis)

Kedua, karena di pasar ini isinya hanya onderdil motor, onderdil mobil, barang elektronik, dan onderdil lagi, dan barang elektronik lagi, dan onderdil lagi, dan barang elektronik lagi, begitu seterusnya. Barang-barang yang dijual disini adalah barang-barang berguna dan penting. Jauh berbeda dengan pasar klithikan Jogja yang isinya adalah barang-barang tidak berguna dan tidak penting, tapi justru itulah yang membuat pasar klithikan Jogja terasa lebih menyenangkan. 

Disini kami hanya menemukan satu kios yang menjual barang-barang semacam ini, sesuatu yang bertebaran dimana-mana di pasar klithikan Jogja.

Karena kecewa, akhirnya kami memutuskan untuk pulang saja. Kami berjalan kaki lagi menuju pertigaan dan menunggu angkot disitu.

Kami duduk lama di pertigaan sebelum akhirnya sadar ternyata angkot kami tidak lewat situ, dan (lagi-lagi) jalan kaki menuju perempatan dan (thanks God!) dapat angkot.

Akhirnya kami sampai di Stasiun Balapan lagi, menunggu Pramex berikutnya yang masih satu setengah jam lagi dengan membaca novel, tidur, dan menonton sebuah orkes musik yang apik dari para pegawai KA.

Sekitar jam tujuh lebih kami sampai di Jogja, misi get lost yang sukses, dan bikin capek!

ps: mungkin disini terasa sangat singkat, tapi perjalanan aslinya terjadi dalam sekitar enam jam, dan dua pertiga durasinya kami isi dengan berjalan kaki.

4 comments:

  1. Kemarin solo, tujuan berikutnya oslo. Lost in oslo sounds good to me. :p

    ReplyDelete
  2. hah kek nya klitikan tu gak disitu deh, bi..
    setauku ada nya daerah ngarsopuran kok..
    barang" antik isinya..

    ReplyDelete
  3. beda lg itu dhit, yg di ngarsopuran mah emang pasar barang antik..

    ReplyDelete
  4. info: benar klithikan solo ada disitu... Tapi barang klithikan Solo yg bagus itu jualnya hari sabtu - minggu jam 05.00 PAGI sampai 8 pagi... Lewat dari jam itu tentu Anda menyesal... Saya salah satu pemburu barang2 "itu" juga... pengalaman saya pernah dapat jam tangan merek asli seiko cuman 5000rb rupiah... tak bawa ke toko jam, jam itu mau dibeli 900rb rupiah... wow...
    Coba lagi deh kesana...

    ReplyDelete