Tuesday, February 28, 2012

get lost: Kulon Progo (dan kulonnya)

Berhubung Kulon Progo adalah wilayah di DIY yang paling jarang saya datangi, maka hari Minggu kemarin saya memutuskan untuk menjelajahinya bersama orang yang paling mau saya ajak kemana-mana. Sebenarnya bukan hanya Kulon Progo, tapi terus ke barat sampai menyentuh wilayah timur Purworejo.

Dari mulai melewati jalan yang menuju dua bukit dengan sawah di kanan-kirinya seperti gambaran seragam anak kecil, memasuki goa yang menyimpan legenda tentang pertempuran antara Mahesosuro-Lembusuro dan Sugriwo-Subali, terpesona melaju di antara hutan pinus sampai tidak sadar ternyata hanya melewati jalan memutar berkilo-kilo, mampir di warung vintage yang hanya menagih dua ribu rupiah untuk dua gelas teh panas dan dua bungkus kacang goreng, sampai berhenti di pinggir jalan hanya untuk memandangi jajaran perbukitan Menoreh yang tertutupi kabut samar yang tampak seperti dunia dalam film Eropa abad pertengahan.

Yah berhubung belum punya cukup sumber daya untuk get lost di luar negeri, get lost di daerah sendiri yang belum pernah dikunjungi juga oke lah..

Wednesday, February 22, 2012

the world is not a battlefield, it's a playground

Hari itu Jogja sedang keterlaluan panasnya. Sudah jam tiga sore, tapi sengatan dari atas masih mampu membuat orang paling sabar sekalipun mengumpat dalam hati. Saya sedang duduk di salah satu kursi di halaman Mirota Batik, menunggu seseorang, ketika datang seorang anak perempuan berambut merah (entah warna asli, diwarnai, atau karena keseringan berjemur) sambil menyodorkan amplop ke orang-orang di sekitar tempat tersebut. Saya mengambil amplop yang disodorkan olehnya. Tujuan saya sebenarnya adalah hanya ingin melihat kali ini apalagi yang ditulis oleh para pencari 'sumbangan' dengan memanfaatkan anak kecil di atas amplop lecek seharga 250 rupiah.

"Mohon bantuan dari kakak-kakak untuk biaya sekolah", begitu tulisannya. Jelas tulisan orang dewasa. Klise. Saya pikir saya akan menemukan tulisan yang lebih menarik dalam kegiatan eksploitatif tersebut. Begitu saya akan memasukkan beberapa receh ke dalam amplop tersebut, tidak disangka si anak duduk di sebelah saya kemudian bersandar di tangan saya. Saya tunda pengembalian propertinya dan memulai percakapan.

"Kamu namanya siapa?"
"Ayu kak.."
"Ayu siapa? Ayu Ting Ting?" (iya saya tahu, ini memang cheesy)
"Bukan kak, Ayu Palupi."
"Ooh. Kelas berapa Ayu?"
"Kelas nol kecil kak."
"Kok ga sekolah?"
"Kan udah pulang kaak." jawabnya sambil menggelayuti lengan saya dan bersandar semakin erat.
"Ibu mana?"
"Itu di sana lagi nungguin" katanya dengan nada suara yang mendadak melemah sambil menundukkan kepala.
"Kamu kok ga tidur?"
"Ga suka tidur aku kak, enakan main."
"Loh kok ga main?"
"Ini kan lagi main.."
"Ooh ini main ya. Ayu, ini uangnya kalo udah banyak mau diapain?"
"Ya mau dibeliin macem-macem kak, alat sekolah, pensil, buku." 
"Buat sekolah apa buat ibu?"
"Ya buat sekolah. Aku tu suka nggambar kak, tapi itu loh bukunya abis, jadi ga pernah nggambar lagi."
"Ooh seneng nggambar. Nih buat beli buku gambar.." kata saya seraya mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku celana.

Dengan cekatan tangan kecilnya menyambar uang di tangan saya.
"Eh eh tunggu dulu. Emang kamu tahu itu berapa?"
"Tahu, tiga ribu kak. Makasih ya kak. Buat beli buku.."

Sedetik kemudian Ayu kecil berlalu dengan langkah-langkahnya yang setengah melompat sambil bersenandung kecil. Dia kembali bermain.

Friday, February 3, 2012

ode untuk pendekar dandelion

No one laughs at God in a hospital
No one laughs at God in a war
No one’s laughing at God
When they’re starving or freezing or so very poor
No one’s laughing at God
When they’ve lost all they’ve got
And they don’t know what for

(Regina Spektor-Laughing With)

Kamu tahu apa hal yang paling absurd sekaligus paling sederhana di dunia? Kematian. Ada banyak sekali misteri di dunia ini yang sanggup membuat manusia tak berhenti berpikir selama berjuta kala sampai membuat mereka botak, namun hanya kematianlah yang paling membingungkan di antara semuanya. Tidak pernah ada yang tahu apa yang terjadi ketika kita mati, bahkan meskipun telah berulang kali dijelaskan dalam buku-buku berbagai bahasa yang diyakini merupakan Sang Pencipta Masa. Tetap saja tidak pernah ada yang kembali dari kematian untuk menceritakan kepada kita ada apa sebenarnya di balik sana.

Tapi coba pikir lagi, kematian sebenarnya sangat sederhana. Jaraknya dengan kita lebih tipis dari sehelai tisu yang digunakan oleh ibu dan kakakmu tempo hari untuk mengelap mata mereka yang basah. Tampaknya setelah berjuta tahun berlalu setelah kerusuhan di kahyangan itu, Barata Kala masih belum puas untuk melahap jiwa-jiwa manusia. Dan tampaknya dia memang didisain untuk tidak pernah puas, karena dunia tanpa kematian tampaknya bisa lebih mengerikan dari kematian itu sendiri.

Begitulah dik, kematian ternyata tidak lucu. Berbeda dengan kematian-kematian dalam kartun atau dalam lelucon-lelucon 9GAG yang selalu bisa kutertawakan, pesan singkat yang masuk ke ponselku tempo hari sanggup membuatku duduk mematung selama beberapa saat. Aku tidak tahu apa namanya perasaan yang tiba-tiba menyergapku kemarin, yang jelas bukan perasaan geli karena lucu. Sungguh, itu sama sekali tidak lucu. Sekali lagi, kematian ternyata tidak lucu.

Aku sempat mendengar banyak sekali cerita tentangmu ketika kita masih berada dalam satu rombongan kehidupan di sebuah planet bernama Bumi. Katanya kamu ibarat dandelion, yang selalu bisa menghibur orang-orang sekitarmu serupa dandelion yang beterbangan dengan indahnya ketika tertiup angin, atau ketika ditiup secara manual oleh anak-anak kecil yang bermain tanpa peduli panas. Mungkin dandelion tidak cukup untuk menggambarkanmu, maafkan aku jika begitu, hanya saja aku belum bisa menemukan kata yang cocok saat ini untuk memanggilmu.

Aku jarang mendoakan orang yang pergi, tapi kali ini kudoakan semoga kamu selamat dalam perjalananmu menembus langit. Semoga di sana benar-benar indah, seperti yang sering digambarkan padamu menjelang tidur. Bukan sekedar tempat kosong yang membosankan, tapi jika pun iya, kamu punya kekuatan untuk terbang berhamburan sekali lagi seperti dandelion dan menyulap tempat itu menjadi ladang bunga. Dan jika ternyata di sana ternyata adalah penampungan jiwa-jiwa yang telah mangkat yang keadaannya tidak lebih baik dari kamp pengungsian, kamu bisa menghibur mereka dengan tarianmu. Atau apalah, yang jelas kamu bisa melakukan banyak hal baik di sana.

Semoga tulisan ini terurai aksara demi aksara --entah bagaimana caranya-- sehingga sampai ke padamu.
Untukmu, seseorang yang belum sempat kukenal.