Saturday, April 23, 2011

F for French Films

Hari ini saya dibombardir oleh film-film Prancis. Sebenarnya hanya tiga, tapi saya bukan tipe orang yang betah menonton lebih dari satu film dalam sehari, makanya saya berpikir ini adalah sebuah pencapaian yang lumayan. Pertama, karena waktu yang dibutuhkan untuk menonton sebuah film itu cukup lama, dan saya berpikir lebih baik saya melakukan hal lain daripada menonton film lebih dari satu kali sehari, yang sialnya seringkali waktu saya terpakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak penting seperti berbaring tanpa melakukan apa-apa sambil mendengarkan musik selama berjam-jam, kan lebih baik jika saya menonton film saja. Kedua, karena biasanya setelah menonton sebuah film kognisi saya akan terpengaruh oleh film tersebut, dan membutuhkan waktu untuk menetralkannya kembali sebelum siap untuk dikontaminasi oleh film lain.

Film pertama adalah The Science of Sleep, hasil colongan dari warnet kemarin malam. Disutradarai oleh Michel Gondry, orang yang bertanggung jawab pada jatuh cintanya saya pada Eternal Sunshine of The Spotless Mind, film-nya sebelum ini. Jujur saja ekspektasi saya sangat tinggi pada film ini, selain karena judulnya yang secara implisit langsung mengarah pada dualisme realita-nonrealita ala Eternal Sunshine, juga karena cover-nya yang terlampau manis --mengendarai kuda berdua di atas awan? apa itu namanya kalau bukan manis?--, dan tentu saja karena sutradaranya Gondry! Dan ekspektasi saya ternyata tidak berlebihan, saya langsung menempatkan film ini ke dalam daftar 5 film terkeren versi saya hanya dalam 5 menit pertama.

Ceritanya sih biasa saja, seorang laki-laki yang terbiasa membolak-balik mimpi dan realitanya sejak umur 6 tahun jatuh cinta pada tetangga sebelah apartemennya. Tapi sinematografinya, wow! Walaupun warnanya masih kalah oleh Eternal Sunshine, tapi caranya menggambarkan mimpi sangat sangat keren! Berbeda dengan Inception yang menggambarkan mimpi dengan terlalu serius dan real, film ini menggambarkan mimpi dengan spontan, absurd, dan tentu saja lebih dreamy. Another awesome bizzare movie.

Film kedua saya tonton di XXI, Festival Sinema Prancis 2011. Acara gratis ini menyedot banyak sekali orang. Selain oleh mereka yang memang suka sama film Prancis, maupun oleh orang-orang yang datang karena tertarik dengan kata "gratis"-nya, seperti saya. Iya lah, kapan lagi bisa nonton di bioskop tanpa ngeluarin duit selain buat parkir? Saya datang setengah jam sebelum film dimulai dan ternyata kursinya sudah penuh, untung saja teman saya si Coco nge-take kursi untuk saya di sebelahnya.

Judulnya Les Enfants De Timpelbach, film komedi keluarga. Sebuah desa kecil di Prancis bernama Timpelbach (yang digambarkan dengan amat keren, dengan kastil, gunung, sungai, dan padang rumputnya yang membuat saya berkali-kali misuh saking kagumnya) anak-anaknya sangat nakal sehingga membuat orang tua mereka membuat sebuah rencana untuk menghukum mereka: meninggalkan desa selama sehari dan membiarkan para anak mengurus dirinya sendiri.


Tapi ada sebuah masalah sehingga membuat para orang tua tidak kembali ke desa selama berhari-hari. Hal ini mengakibatkan terpecahnya para anak kecil ke dalam dua kubu: kubu anak-anak baik yang mengurus dirinya dengan cara-cara yang baik sambil menunggu orang tua mereka kembali, dan kubu anak-anak nakal yang mengasingkan diri ke sebuah bar di pinggir desa dan menghabiskan waktu dengan bermain kartu, minum bir, dan menghisap cerutu. Kubu ini menolak kedatangan kembali orang tua mereka karena mereka membenci otoritas orang dewasa dan berpikir bisa mengurus diri mereka sendiri. Film ini mengingatkan saya pada Pippi Langstrump, yang juga berpikir bahwa anak kecil seharusnya bisa hidup tanpa perintah dari orang dewasa. Konsep anarki dalam cerita anak-anak, eh?


Film ketiga, emm jujur saja saya tidak tertarik untuk membahasnya. Masih dari Festival Sinema Prancis, judulnya Un Poison Violent. Tidak ada yang menempel di kepala saya tentang film ini, entah karena memang filmnya yang jelek atau saya yang tidak mengerti, tetapi toh si Coco yang duduk di sebelah saya pun mengaku tidak mengerti apa intinya. Jadi, tonton sendiri saja ya.. Oh iya saya ingat! Ternyata ada yang membekas dari film ini, dan itu adalah lagu terakhir yang digunakan untuk closing credits. Creep-nya Radiohead dibawakan dalam versi choir anak-anak gereja, dan itu sangat damn great!

1 comment: