Tuesday, December 21, 2010

an F word : Friends

Kemarin sore sekretariat kami kedatangan tamu dari Mapala tetangga. Jumlah mereka sekitar 20-an orang, dan hanya satu atau dua dari mereka yang saya kenal (dalam organisasi saya, mungkin hanya saya yang punya teman paling sedikit dari Mapala lain, jika semua jari dari kedua tangan saya digunakan untuk menghitung jumlah orang dari Mapala lain yang saya kenal pun mungkin akan kebanyakan). Bukan apa-apa, karena saya tidak suka berkenalan dan menjalin pertemanan dengan begitu banyak orang secara masif, dan itulah yang menjadi budaya di Mapala manapun; sedangkan saya lebih suka berkenalan secara personal dengan individu per individu secara lambat.

Kemudian mereka dan teman-teman saya mulai bernyanyi-nyanyi bersama sambil diiringi gitar dan jimbe, mereka (teman-teman dari Mapala lain dan teman-teman saya) terlihat sangat senang dan menikmati setiap momen, mereka tertawa, saling melempar ejekan, tertawa lagi, minum es teh, bernyanyi lagi, dan saya pergi meninggalkan mereka.

Saya mengambil motor dan pergi tanpa tujuan sebelum akhirnya terdampar di toko buku sambil nunggu hujan. Kenapa saya pergi meninggalkan mereka? Ada dua alasan:

1. Karena saya memiliki semacam gejala fobia sosial.
Saya selalu merasa tidak nyaman ketika berada di tengah-tengah kerumunan orang, apalagi orang-orang yang tidak saya kenal. Dan seperti yang saya bilang diatas, saya tidak suka berkenalan dan mengakrabkan diri dengan begitu banyak orang sekaligus, dan sebenarnya saya juga tidak suka mempunyai terlalu banyak teman.

2. Karena saya tidak suka Mapala.
Ya, saya Mapala yang tidak suka Mapala. Saya juga bingung kenapa saya tidak suka dengan Mapala, yang jelas bukan karena penampilan atau tingkah laku mereka. Karena perilaku berantakan, jarang mandi, urakan, mabuk-mabukan dsb yang biasanya dilekatkan pada Mapala manapun tidak pernah mengganggu saya, walaupun organisasi yang saya ikuti terkenal sebagai Mapala yang (katanya) rapi. Entahlah, mungkin ini semacam ketidaksukaan yang tidak butuh alasan.

Kemudian setelah hujan cukup reda, saya kembali lagi ke kampus dan melihat mereka telah pindah ke kantin dan melakukan aktifitas yang sama seperti tadi. Saya menghampiri sebentar, menghisap sebatang rokok, ikut nyanyi dan tertawa-tawa sebentar --walaupun saya tidak tahu apa yang saya tertawakan-- kemudian saya masuk ke sekret yang sepi, hanya ada seorang teman saya yang entah sedang apa.

Saya selalu suka suasana seperti itu: duduk sendirian dan mendengar suara kerumunan orang dari jarak yang jauh. Dan dalam suasana seperti itu saya kemudian merenungkan banyak hal, termasuk konsep pertemanan dalam kehidupan saya. Jika dipikir, teman yang saya miliki sepanjang hidup memang tidak terlalu banyak, setidaknya mereka yang saya izinkan menyelami pikiran saya dengan cukup dalam. Dan dengan mengetahui fakta itu saya merasa puas, karena saya memiliki kualitas dalam berteman, bukan kuantitas. Dan setelah saya pikir lagi, ternyata saya lebih senang berteman dengan orang-orang yang memiliki sedikit teman, karena itu artinya saya hanya perlu berteman dengannya, bukan dengan teman-temannya.

5 comments:

  1. "ternyata saya lebih senang berteman dengan orang-orang yang memiliki sedikit teman, karena itu artinya saya hanya perlu berteman dengannya, bukan dengan teman-temannya"

    kueereeeuunnn

    ReplyDelete
  2. sebenarnya kl diliat dari sisi tertentu agak menyedihkan sih, tp saya sih ga peduli, saya menikmatinya kok haha

    ReplyDelete
  3. ngu! :) terserah apanya yang mau di-ngu-in tapi ya gitulah.

    ReplyDelete
  4. "Saya selalu suka suasana seperti itu: duduk sendirian dan mendengar suara kerumunan orang dari jarak yang jauh."

    saya suka kalimat ini. :)

    ReplyDelete