Saturday, March 1, 2014

the curse of being in love

Selain fitur-fitur yang biasa kugunakan di ponselku, ada satu fitur lagi yang sekarang sering kugunakan: perekam suara. Kamu tahu kan, salah satu pekerjaanku di sini adalah menulis untuk majalah internal perusahaan. Majalah ini berisi berbagai jenis tulisan, maka aku harus bertemu dan mewawancarai berbagai jenis manusia pula. Dari karyawan berprestasi sampai pemilik rumah makan, dari para pencari kerja sampai kepala adat suku Dayak. Perekam suara mutlak harus kugunakan, karena aku tidak bisa mencatat dengan cepat.

Aneh juga, sekarang aku merasa seperti wartawan, salah satu dari banyak cita-citaku dulu. Beberapa hari yang lalu, ketika sedang mencari file rekaman wawancaraku yang entah terselip di mana, aku masuk ke dalam folder yang jarang kubuka. Aku menemukan beberapa file suara di situ, yang salah satunya membuatku bingung. File tersebut berisi rekaman suara seseorang bernyanyi mengikuti lagu yang terdengar di belakangnya.

Tadinya kukira itu adalah file bawaan dari pabrik, sebagai contoh kualitas fitur perekam suara ponsel tersebut. Setelah kudengarkan lagi, sepertinya tidak mungkin, karena kualitas suara file itu tidak terlalu bagus. Baru beberapa saat kemudian aku sadar, itu adalah suaramu! Kudengarkan dengan seksama liriknya, dan setelah kucari di google, aku tahu itu adalah "The Curse of Being in Love" dari Sondre Lerche.

You can tell me anything
You are a true exception in my life
It sounded like she said she was in love
I then told her all the things that I had though I better keep inside
All of which revealed I was in love


Aku lalu menghubungimu, menanyakan kapan kamu merekam suaramu di ponselku, karena aku tidak ingat pernah dikirimi file itu olehmu. Awalnya kamu tidak mau membahasnya, tapi setelah kudesak, kamu mengaku bahwa merekam lagu itu dan mengirimkannya padaku di hari ulang tahunku tahun kemarin. Sungguh, aku tidak ingat, mungkin aku menerima file itu ketika setengah tidur, sehingga tidak sempat membukanya dan lupa keesokan harinya.

Cinta adalah kutukan, kata Sondre Lerche, dan juga katamu (itulah kenapa kamu menamai folder berisi foto-foto kita dengan judul lagu itu). Aku sepakat, karena cinta dan hubungan bersaudara dengan kepemilikan. Kepemilikan berarti kehilangan, dan kehilangan mengundang segala perasaan negatif.

It won't get better
It won't get better
Embrace the curse so it doesn't get worse


Kutukan ini semakin terasa ketika kita kini berjarak. Awalnya kita berjarak secara fisik, tapi tampaknya sekarang jarak itu merembet juga pada komunikasi kita. Dahulu, ketika berkomunikasi dengan orang yang berjarak, manusia hanya dapat menggunakan media visual, misalnya lewat surat atau kartu pos. Saat ini, manusia dapat berhubungan dengan manusia lain yang berjarak lewat media audio, visual, dan audio-visual. Audio, dengan telepon; visual, dengan teks-teks virtual atau gambar; dan audio-visual, dengan video call. Baru dua indera yang terpakai.

Aku membayangkan, di masa depan manusia akan menciptakan alat yang bisa memfasilitasi ketiga indera lainnya: peraba, penciuman, dan pencecap. Sehingga, ketika berhubungan dengan orang lain yang berjarak, manusia dapat menggunakan seluruh inderanya, meskipun secara virtual. Saat itu, aku bayangkan hubungan yang berjarak akan jauh lebih mudah untuk dilakukan. Manusia mungkin tidak perlu bertemu sama sekali untuk menjalin hubungan. Tapi saat itu pula, rasa akan tereduksi kualitasnya. Hubungan antar manusia akan terasa begitu hambar. Karena aku percaya, sebuah hubungan membutuhkan kedekatan secara fisik. Bagaimanapun juga kita adalah makhluk fisik yang masih harus tunduk pada hukum-hukum fisik.

It won't get better
It won't get better
Embrace the curse so it doesn't get worse


Maka, dengan jarak kita yang delapan ratus kilometer ini kita masih bisa merasakan rasa selain rasa hambar, kita mestinya bersyukur. Bukankah artinya kita masih membutuhkan kedekatan fisik? Bukankah itu membuktikan bahwa kita adalah manusia, yang tidak puas dengan hubungan virtual melalui kode-kode biner? Bukankah kata orang lebih baik merasa sakit daripada tidak merasa apa-apa sama sekali? Aku tahu yang terakhir itu klise, tapi aku mengamininya.

Pada akhirnya, bersabarlah, karena ini adalah kutukan yang harus kita tanggung.

Fact and fiction look alike 
When such a lightning strikes
But I believe that I can face

The curse of being in love

8 comments: