Wednesday, December 21, 2011

touché!

"where do you want to go, my heart?"
"anywhere, anywhere, out of this world."
-Charles Baudelaire

Ketika SMA, saya punya teman yang pemikirannya 'berbeda' dari siapa pun yang berada dalam radius lingkungan sekolah saya. Mungkin dia semacam Syekh Siti Jenar atau Gus Dur yang pemikirannya lebih maju dari zamannya sehingga seringkali lingkungan sosial tidak memahaminya untuk kemudian menjadi antipati terhadapnya. Saya dan beberapa teman yang memang semenjak awal selalu menganggap sekolah kami sangatlah menyebalkan dilihat dari segi mana pun, kemudian menjadi berteman akrab dengannya. Kami membicarakan segala hal yang sepertinya tidak akan dipahami oleh semua orang, tentang riuhnya politik, tentang zine-zine tua yang isinya selalu relevan untuk dibaca kapan pun, tentang band-band underground yang liriknya kacangan tapi jujur, tentang buku seorang pemuja setan, tentang alkohol, tentang Tuhan.

Kemudian pernah suatu hari sekolah kami mengadakan pensi, satu-satunya pensi yang pernah dibuat oleh SMA selama saya sekolah. Setelah bosan mendengar band-band yang begitu saja, saya dan teman saya itu memutuskan untuk menarik diri dari kerumunan dan duduk di satu pojokan yang sepi dari siapa pun. Kami ngobrol ngalor-ngidul sampai akhirnya dia mengatakan hal yang menarik:
"Kamu pernah ngerasain kesepian gak, Bi?"
"Pernah lah.."
"Kesepian yang bener-bener sepi?"
"Maksudnya gimana?"
"Jadi gini, kamu tahu kan kalo alam semesta tu luas, luas banget, ga ada ujungnya malah. Nah kita manusia tu cuman titik keciiiil banget dari sesuatu yang luas banget ini. Bahkan planet yang kita tinggalin tu aja gak ada artinya dibandingin alam semesta. Jadi kalo Bumi kiamat pun sebenernya gak ada pengaruhnya buat alam semesta itu sendiri, kalo ada ya kecil aja. Nah apalagi kita manusia, kalo kita mati tu sama sekali gak ada pengaruhnya buat semua ini. Tiap aku mikir betapa kecilnya manusia tu aku selalu ngerasa kosong, sepi. Itu kesepian makro namanya, Bi.."
Kesepian makro, hal yang mungkin sangat familiar dan sering saya alami tetapi saya tidak tahu istilahnya. Bertahun-tahun saya akrab dengan istilah itu, dan perlahan menanamkannya ke dalam otak saya sebagai hal yang seharusnya, bahwa kita memang tidak penting, bahwa manusia memang tidak berarti apa-apa.

Lalu beberapa waktu yang lalu ketika saya kembali merasakan perasaan seperti itu lagi, saya mengirim SMS kepada teman saya itu yang sesungguhnya telah lama sekali kami tidak bertemu dan berkomunikasi. Pesan singkat "kesepian makro." yang kemudian dibalas:
"no one will ever mean anything significant, so fuck being something for the big concept. i am being something by my own standard."
Tidak saya balas. Saya cuma tersenyum. Betapa Forrest Gump lagi-lagi benar, dunia adalah sekotak coklat berbagai rasa, kita akan tahu rasanya hanya jika kita mau memakannya.

No comments:

Post a Comment