Kampungku banjir lagi, kali kedua di tahun ini. Tak separah yang pertama, hanya dua meter. Tempo hari bagian rumahku yang tidak terendam hanya antena tivi, kali ini lumayan, lampu di atap tidak kena air jadi bapak tidak perlu pusing lagi berutang lampu baru di warung Wak Soleh. Pagi tadi beberapa wartawan datang meliput. Sebagian langganan ke sini, sebagian baru sekali kulihat. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan standar tentang apa yang kami rasakan melihat kampung kebanjiran, apa harapan kami terhadap pemerintah untuk menangani banjir, dan seterusnya. Salah seorang wartawan, yang baru pertama kali kulihat, bertanya kenapa kami tidak pindah saja dari sini, toh kampung ini setiap tahun langganan banjir. Kujawab kami tidak keberatan dengan banjir karena kami memiliki insang. Ia tertawa canggung. Kuulangi, kami tidak keberatan dengan banjir karena kami memiliki insang. Ia tak lagi tertawa, mungkin menganggapku kurang waras lalu pergi mewawancarai petugas BPBD yang sedang mendistribusikan sembako. Malamnya para wartawan dan relawan pergi. Kampung kembali sunyi, dan kami semua kembali ke rumah masing-masing, lelap tertidur di dasar air.
No comments:
Post a Comment