Saturday, December 23, 2023
kompas
Dari balkon kamar hotel di lantai 18, sepetak Jakarta Barat terasa begitu riuh. Di ketinggian, kita bisa menyimak banyak hal meski serba subtil. Pengeras suara masjid di arah utara dan barat saling bersahutan. Suara ceramah dari seorang ustad dan bocah-bocah berebut mikrofon melantunkan doa bergantian sampai ke telinga tertiup angin. Kembang api meluncur dari balik salah satu atap rumah. Deru knalpot motor dan mobil. Lampu-lampu berpendar sepersekian detik cahaya. Gemuruh. Botol bir di lantai. Apa yang akan dipikirkan diriku 25 tahun yang lalu jika melihatku hari ini? Apakah ia akan gembira, bangga, atau merasa asing dengan dirinya? Suara dari masjid yang lain. Rasa nasi bebek yang diantar pengemudi ojol sore tadi masih terasa di mulutku. Betapa canggihnya manusia. Jika hidup memang tidak memiliki makna, mengapa kita membuat semua ini? Membangun gedung, menancapkan tiang listrik, memupuk dan menumbuhkan kota. Beberapa anak kecil bermain skuter listrik. Mau ke mana mereka? Mau ke mana kita semua? Apakah kompas di tangan kita masih berfungsi untuk menunjukkan jalan pulang?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Jiwa yg terfragmentasi menjadi lautan orang yamg tenggelam dalam gelombang peragaan aku tanpa tahu kenapa dirinya berada disana dan kemana kehidupan membawanya terus menerus hanyut
ReplyDeleteJiwa yg terfragmentasi menjadi lautan orang yang tenggelam dalam gelombang peragaan aku tanpa tahu kenapa dirinya berada disana dan kemana kehidupan membawanya terus menerus hanyut
ReplyDeletesepertinya sama, tatapan matanya masih yang lamaaaaaa
ReplyDelete