Waktu, adalah hal yang tak pernah usang untuk dijadikan bahan perenungan, kegelisahan, serta harapan bagi manusia. Kita selalu merasa telah berhasil menangkap waktu, memenjarakannya, memberinya nama, mengukurnya, dan menetapkan ukurannya sesuai kapasitas otak kita. Padahal sebenarnya waktu adalah makhluk yang bebas, makhluk yang misterius, makhluk yang bisa meregangkan tangannya dengan bersahabat dan menikam punggung kita pada waktu yang sama.
Entah karena kejayaan Doraemon atau mungkin jauh sebelum itu, kita adalah generasi yang merindukan mesin waktu. Konsep "pergi ke masa lalu untuk memperbaikinya" adalah mimpi yang selalu indah untuk dibayangkan, begitu juga dengan "pergi ke masa lalu dan tinggal di sana karena itu adalah masa yang lebih baik dari hari ini". Mungkin juga hal yang senada dengan masa depan, pergi ke sana untuk sekedar menengoknya, belajar darinya, atau sekali lagi, pergi dan tinggal di sana karena itu adalah masa yang lebih baik dari hari ini.
Tapi bagaimana jika itu adalah siasat waktu untuk membalas kita yang telah memenjarakannya? Untuk membalas dengan balik memenjarakan kita? Seperti Gil dalam film "Midnight in Paris" yang selalu memimpikan untuk bisa hidup di tahun 1920 karena menurutnya itu adalah zaman keemasan bagi dunia seni. Akhirnya sampailah dia di sana dan menemukan seorang perempuan bernama Adriana yang selalu memimpikan hidup di tahun 1890. Kemudian pergilah mereka berdua ke tahun 1890 dan menemukan orang-orang yang ingin hidup di zaman Renaisans. Begitu seterusnya, ketidakpuasaan yang kronis akan masa di mana kita sedang berada.
Wahai Batara Kala, berbaik hatilah pada kami, sebab pusaranmu terlalu kuat untuk dibendung.
So long. How's life?
ReplyDeletesuper fine! how's yours?
ReplyDelete