“i said: 'kiss me, you’re beautiful - these are truly the last days'"Kita hidup dalam dunia yang penuh sesak, bung. Dunia yang mau tidak mau kita harus memberi jalan pada mereka yang akan lewat, yang suka tidak suka kita harus menggeser duduk kita bagi mereka yang juga ingin duduk."
you grabbed my hand and we fell into it like a daydream or a fever”
-Godspeed You! Black Emperor
"Ya aku tahu..Apa itu istilahnya, makhluk sosial?"
"Tidak bung, tidak. Bukan itu, setidaknya ini bukan sekedar tentang itu, ini tentang sesuatu yang kita sama-sama miliki, tapi kita tak pernah menyadarinya. Malah lebih parah lagi, kita sering membiarkannya dicuri orang"
"Kalau kita tidak merasa memiliki sesuatu, kemudian sesuatu itu diambil, itu namanya bukan dicuri, toh dengan tidak merasa memiliki kita tidak akan merasa kehilangan apapun."
***
Kata penduduk desa, di puncak gunung itu hidup seekor elang. Bukan elang biasa, tapi elang bermata emas, besarnya tiga kali lebih besar dari elang biasa, dan berbulu putih. Sebelumnya kupikir elang bermata emas itu adalah semacam mitos, karena belum pernah ada yang melihatnya secara jelas, apalagi mendokumentasikannya. Entah sejak kapan penduduk desa ini mulai menganggap ada makhluk semacam itu diatas sana. Tapi ini yang perlu digarisbawahi, ini yang menarik. Penduduk desa tidak menganggap elang itu semacam dewa atau hal yang lebih tinggi dari mereka, tidak juga mereka menganggap elang itu sebagai siluman atau jadi-jadian atau semacamnya. Mereka menganggap elang itu hanyalah bagian dari alam, mereka menganggap elang itu kedudukannya sama seperti hewan-hewan lain di sekitar desa itu.
Tapi jika kau tanya aku, aku menganggap elang itu dewa, malaikat, Tuhan atau apapun itu istilahnya. Karena ketika semalam aku bertemu dengannya, dia memberiku sepasang sayap ini.
***
Berbeda dengan musim dingin sebelumnya, musim dingin kali ini terasa lebih hangat untuknya. Dia telah selesai membuat sebuah boneka salju yang tidak berbentuk boneka salju; berantakan dan lebih mirip seonggok semen. Tapi toh dia merasa puas, karena itu adalah boneka salju pertama yang dia buat setelah tangan kanannya diamputasi setahun yang lalu.
"Kamu tahu kenapa kami para manusia senang membuat boneka salju?" tanyanya
"..."
"Karena kami takut, kami takut sendirian. Makanya kami menciptakan diri kami dalam semua hal. Dalam film kartun, dalam patung, dalam lukisan, dalam boneka salju. Supaya kami bisa melihat diri kami kemanapun kami pergi."
"..."
"Dan bicara tentang boneka salju. Aku jadi teringat kata-kata seorang penulis wanita dari Indonesia dalam salah satu bukunya. Hmm kira-kira isinya begini: jika kamu ingin menjadi berbeda ditengah sebuah gurun, janganlah menjadi pasir, atau kaktus, atau oase, tapi jadilah salju, karena embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, dan setiap senti gurun akan terinspirasi kerena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau berbeda.."
"..."
"Ah sudahlah, sepertinya kau tak akan mengerti, aku masuk rumah dulu ya. Sepertinya segelas coklat panas akan menyenangkan. Dadah."
"...apakah para manusia itu tidak tahu bahwa semua makhluk di alam semesta ini begitu iri pada mereka dan terobsesi untuk menjadi seperti mereka?"
feel the presence of God, to think and reflect on the concept of life. Evaluate yourself. Appreciate the way we live.....
ReplyDelete"hidup emmang seperti robot... menjalankan semua bentuk algoritma, dan menjalankan sebua kebiasaan..merenungi hakekat hidup mungkin hari esok akan menjadi lebih berkembang dan menyenangkan....
duh maaf saya malah ga gitu paham sama komennya heheh. bener kata Roland Barthes, "the author is dead". anda memaknai tulisan ini berbeda seperti pada saat saya menulisnya, mungkin karena judulnya "kontemplasi" kali yah hehe. tp makasih btw, telah baca dan telah meninggalkan jejak :)
ReplyDeletejadi salju itu kata DEE di filosopinya
ReplyDeleteeh, sms aku dong, nomormu blum keseimpan
ada niat bikin buku serius?
ke satnd anomali di GOR UNY ya, IBF
-chio