Tuesday, November 19, 2019
omong kosong 4.0 #2
"Bagaimana sebetulnya cara
dunia bekerja?" tanyamu, padahal kita sama-sama tahu tidak pernah ada
jawaban yang memuaskan dari pertanyaan semacam itu. Toh, itu juga bukan
pertanyaan sungguhan, melainkan ekspresi kegelisahan dan kekecewaan yang
telah kau pendam selama ratusan tahun. Cukup lama, jadi wajar saja jika
suatu hari rasa getir itu akan terasa lebih banal dibanding perdebatan
tentang siapa yang lebih luhur antara pengguna Twatter dan Instagrim.
Mungkin suatu hari kita perlu bantuan Marie Kondo untuk membuang semua
pengetahuan dari laci kepala manusia dan mengembalikan masa kejayaan
bakteri di muka bumi. Tak ada lagi omong kosong tentang perdamaian
dunia, tak ada lagi nubuat suci yang terbuat dari saripati diskografi
band indie. Yang tersisa hanyalah piala Oscar dari ruang kerja Raffi
Ahmad dan gunungan sedotan stainless steel di seluruh penjuru Jakarta.
Jika itu semua terasa membosankan, tak perlu khawatir, sekarang kau bisa
membeli tiket menuju ruang hampa menggunakan poin Traveloka, plus bonus
sarapan gratis dengan menu-menu menggiurkan di dasar Atlantis. Jangan
lupakan seperangkat panduan untuk membuatmu senantiasa bahagia 24/7. Baterai dijual terpisah.
omong kosong 4.0 #1
Pada mulanya adalah
keheningan, lalu kita terbangun dan mendapati ini semua ternyata
hanyalah mati suri yang teramat panjang. Mungkin saja harapan
sesungguhnya selalu ada namun kita terlalu papa untuk menebusnya.
Percuma saja, semua kota pada akhirnya akan terbakar menyusul Alengka
dan Wakanda. Hari ini hanya ada dua pilihan aktivitas untuk menunggu
saldo 1 M sebelum umur tiga lima: menanam umpatan atau Netflix and chill
bersama arwah Sigmund Freud. Tak ada lagi yang disuguhkan linimasa
selain aneka rupa kedunguan yang diproduksi kubu kanan dan kiri dan
lelucon karakter fiksi paslon tandingan yang tak begitu lucu dan sudah
selayaknya berakhir di kuburan massal meme-meme usang. Sempatkan
bertamasya ke tempat pemujaan dengan sesaji berupa lembaran kumal dari
saku celana, keringat buruh, kegelisahan akhir pekan, dan tumbal anak
haram hasil persetubuhan manusia dengan manekin toserba yang
reruntuhannya empat ribu tahun lagi masih akan tetap mengeluarkan
cahaya. Para perantau yang berenang menyeberangi Laut Jawa sebab harga
perjalanan udara lebih tinggi dari Menara Babel. Para pejantan alfa yang
kecanduan menghirup asap dari pembakaran buku-buku sitaan. Tak ada lagi
yang mengejutkan. Semuanya wajar, semuanya normal, termasuk momen
ketika anakmu tiba-tiba bertanya di suatu malam buta, "Bapak, realitas
itu apa?"
Subscribe to:
Posts (Atom)